Rabu, 09 Februari 2011

♥●•٠·˙ Kisah Sebuah Pernikahan ˙·٠•●♥





Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya


saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan


justru rasa haru biru. Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada


satupun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu.


Beliau yang paling keras menentang perkawinanku.


Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah sama


'buntelan karung hitam' itu ....?!?"


Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon


istriku disebut 'buntelan karung hitam'.


"Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam,


gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih


tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.


"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan


Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku terpaksa


menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung


mendengar ucapanku.


"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu.


baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan


seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan


itu ke rumah ini !!"


DEGG !!!!




"Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran


Ismail membuyarkan lamunanku.


Segera kuucapkan istighfar dalam hati.


"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi


Ismail memberi semangat padaku.


"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas


kawin seperangkat alat sholat tunai !" Alhamdulillah lancar juga aku


mengucapkan aqad nikah.


"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien.


Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."




Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.


Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah


sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati


kuberanikan diri untuk menyapanya.


"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan


De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan


dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam


pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an


tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui. "Nanti saja


dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang


berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat


dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku


suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.


Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak


menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya.


Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.


"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti


ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal


beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak


untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam


malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya.


Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam


Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka," ...


Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian


bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak


menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang


banyak."


(QS An-Nisa:19)


Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata


itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita


yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama


besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.


"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan


kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan


menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."


Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam


dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih


menyisakan segumpal ragu.


"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... saya


siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.


"Tidak...De'.


Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah.


Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika


seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil


menggenggam erat tangannya.




Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait


do'a kubentangkan pada Nya.


"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan


cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang


cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini


akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu.


Karera itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"


Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap


raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku


benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah


sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.


Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum


sunnah Rasul Nya. "...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah


tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka


mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya


pada Allah ..." (QS. al-Baqarah:165)


=========================================


Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini


hina maka muliakanlah aku


dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih




BY  :Muhammad Ismail Yusuf.

0 komentar:

Posting Komentar


Template by:
Free Blog Templates